Menjadi TKI Lewat Jalur Non-prosedural Sangat Beresiko

By Admin

nusakini.com-- Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) mengimbau masyarakat yang berminat untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri untuk mengikuti jalur yang sesuai prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Menjadi TKI di luar negeri secara non prosedural akan sangat beresiko bagi TKI itu sendiri. Bahkan, ketika ada masalah yang mendera TKI non prosedural, hal tersebut akan semakin memberatkannya karena negara tidak bisa terlibat langsung dalam penanganannya. 

“Dan berbahaya, kalau ada masalah negara sulit untuk memberikan bantuan pertolongan,” imbau Direktur PPTKLN Soes Hindharno di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (18/8). 

Menurutnya, salah satu hal yang selama ini menjadi alasan masyarakat untuk menjadi TKI non prosedural adalah persoalan prosedur dinilai memberatkan. Ia mengingatkan, prosedur-prosedur yang ditentukan oleh pemerintah adalah untuk memastikan kondisi dan kemampuan Calon TKI (CTKI) layak dan mampu untuk diberangkatkan. Sehingga hal tersebut kembali untuk kebaikan TKI itu sendiri. 

“Pikiran mereka, kalau harus antri harus prosedural itu pakai perapian. Kalau ilegal kan gak pake,” lanjutnya. 

Direktur Soes juga mengingatkan, modus kemudahan-kemudahan yang (biasanya) ditawarkan oleh calo TKI pada akhirnya akan menambah kerugian bagi TKI. Karena mereka akan meminta potongan-potongan upah yang tidak rasional, sebagai imbalan dari jasa penempatan yang telah mereka lakukan. 

Selain imbauan kepada masyarakat yang ingin menjadi TKI di luar negeri tersebut, Kemnaker juga mengimbau perusahaan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) untuk tidak memberikan bujukkan pada masyarakat demi keuntungan semata. Salah satunya adalah kompetensi CTKI. Sebelum mereka ditempatkan, mereka benar-benar harus sudah mengikuti sejumlah pelatihan yang disesuaikan dengan standar pelatihan yang ada. 

Sebagai contoh, CTKI yang akan bekerja di Taiwan harus mengikuti pelatihan 600 jam pelajaran atau 63 hari. CTKI yang akan bekerja di Hong Kong harus mengikuti pelatihan selama 400 jam pelajaran atau 42 hari, CTKI yang akan bekerja di Malaysia harus mendapatkan pelatihan minimal 200 jam pelajaran atau 21 hari dan sebagainya. 

“Mohon untuk dilakukan bener-bener dan PPTKIS disampaikan kepada seluruh kantor daerah di kantong TKI, jangan sekali-kali merayu orang untuk diberangkatkan ke luar negeri dengan iming-iming menggiurkan, pada kenyataannya tidak,” tambahnya. 

Hal yang perlu diperhatikan oleh PPTKIS selaku pemegang hak jasa penempatan TKI di luar negeri adalah, bekerja merupakan hak setiap orang. Sehingga TKI bukanlah obyek penempatan. Mereka harus benar-benar memahami apa yang akan mereka kerjakan di negara penempatan. Keseuaian dengan bakat dan kebiasan. Kesiapan secara kesehatan dan psikologis, hingga persyaratan dokumen untuk memberikan kepastian legalitas dan paying hukum bagi para TKI. 

“Karena bekerja merupakan hak dan pilihan. Dan ingat, TKI bukan obyek, bukan komoditas. Jadi bukan barang dagangan. Tapi bekerja itu pilihan dan hak. Dan PPTKIS hanya memfasilitasi verifikasi dokumen, dan pemberangkatannya ke negara penempatan saja,” pungkasnya. (p/ab)